Dalam perdagangan dunia yang tanpa
batas dewasa ini (globalisasi perdagangan), maka perdagangan produk akan
menekankan persyaratan mutu, keamanan pangan, sanitary and phytosanitary
(SPS) serta jaminan kegiatan produksi dilakukan secara ramah lingkungan.
Dengan demikian aspek keamanan pangan, mutu serta aspek lingkungan sudah
menjadi bagian integral dari sistem produksi, dan sekaligus sebagai upaya
meningkatkan daya saing. Oleh karena itu dalam paradigma ini kita tidak
cukup hanya memproduksi dalam jumlah besar dan produktivitas tinggi, dengan
mengabaikan aspek efisiensi, kemanan pangan dan produksi yang ramah lingkungan.
Peningkatan daya saing hortikultura
adalah salah satu kunci untuk dapat masuk ke perdagangan global, meskipun itu
untuk mengisi pasar di dalam negeri sendiri, karena ini sudah merupakan bagian
dari pasar global. Dalam mengisi dan memasuki pasar-pasar moderen (pasar
swalayan, supermarket, hypermarket), pasokan ke hotel-restoran-katering
(HOREKA), pasokan bahan baku ke industri maupun untuk mengisi pasar ekspor saat
ini terjadi persaingan sangat ketat, bukan hanya pada aspek dan persyaratan
mutu produk tetapi juga dalam harga dan konsistensi dalam memenuhi
komitmen.
Penerapan budidaya yang baik (Good Agricultural Practices = GAP)
termasuk dalam agribisnis hortikultura, sudah merupakan tuntutan untuk
diterapkan oleh pelaku agribisnis di berbagai negara. Hal ini dapat dilihat
dengan aturan yang telah diterapkan oleh negara-negara sekitar kita; Malaysia
menerapkan SALM, Thailand menerapkan Q-System, Australia menerapkan Fresh Care,
Eropa menerapkan EurepGAP, dll.
Dengan demikian bila kita tidak segera melangkah atau memulainya, maka kita
akan ketinggalan dan kalah bersaing dalam mengisi pasar dan permintaan
hortikultura yang semakin meningkat, bahkan untuk pasar domestik sekalipun kita
akan dapat tersingkir.
Menyikapi akan kebutuhan dan
tuntutan tersebut, maka telah dikeluarkan Permentan nomor 48/Permentan/
OT.140/10/2009, tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur yang Baik (Good
Agricultural Practices for Fruits and Vegetables) yang dikeluarkan pada
tanggal 19 Oktober 2009, dan Permentan ini telah diundangkan oleh Menteri Hukum
dan HAM pada tanggal 21 Oktober 2009 dengan berita acara nomor 402.
Dengan diberlakukannya Permentan ini merupakan penyempurnaan terhadap Permentan
no 61/2006 tentang pedoman budidaya buah yang baik dengan cakupan lebih
luas dan muatan lebih besar. Pedoman GAP Buah dan Sayuran ini merupakan
panduan cara (tatalaksana) pengelolaan budidaya, mulai dari kegiatan pra tanam
hingga penanganan pasca panen untuk menghasilkan produk yang aman
konsumsi, bermutu baik, ramah lingkungan dan berdaya saing.
Keluarnya Permentan 48/2009
merupakan suatu langkah terobosan untuk meningkatkan daya saing produk
hortikultura, suatu langkah untuk memberdayakan pelaku usaha hortikultura,
upaya untuk memanfaatkan sumberdaya alam secara berkelanjutan dan
lestari. Arti penting penerapan GAP Buah dan Sayur ini adalah sebagai acuan
dalam pelaksanaan penerapan dan registrasi kebun atau lahan usaha dalam
budidaya buah dan sayur sebagaimana dinyatakan dalam Permentan 48/2009
tesebut. Disamping itu juga; sebagai panduan dasar bagi pelaku usaha
agribisnis buah dan sayur dalam menjalankan kegiatan budidaya tanaman, sebagai
suatu sistem jaminan mutu, alat untuk berkompetisi dan melindungi pelaku
usaha dalam memasuki perdagangan dunia, serta sebagai rangkaian terpadu
penerapan Pengelolaan Rantai Pasokan (Supply Chain Management – SCM)
Maksudnya dari Pedoman GAP buah dan
sayur ini adalah sebagai panduan dalam budidaya tanaman buah dan sayur yang
baik (termuat dalam Permentan 48/2009). Panduan ini bersifat umum untuk buah
dan sayur dan tidak spesifik komoditas, oleh karena itu perlu ditindak lanjuti
dengan perumusan standar operasional prosedur (SOP) budidaya untuk
spesifik komoditas dan spesifik lokasi. Lebih dari itu panduan GAP ini
bersifat dinamis, karena itu tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan
penyempurnaan dan perubahan di kemudian hari sesuai dengan perkembangan
teknologi, tuntutan pasar dan konsumen. Adanya GAP ini merupakan proses
pembelajaran bagi petani/pelaku usaha untuk berproduksi dengan kualitas baik
dan performan menarik.
Sebagaimana termaktub dalam
Permentan 48/2009, tujuan Penerapan Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) Buah dan
Sayur ini adalah;
1.
Meningkatkan produksi dan
produktivitas,
2.
Meningkatkan mutu hasil termasuk
keamanan konsumsi,
3.
Meningkatkan efisiensi produksi,
4.
Meningkatkan efisiensi penggunaan
sumberdaya alam,
5.
Mempertahankan kesuburan lahan,
kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan,
6.
Mendorong petani dan kelompok tani
untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang
dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,
7.
Meningkatkan daya saing dan peluang
penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik). Sebagai Tujuan
akhir adalah memberikan jaminan keamanan terhadap konsumen serta meningkatkan
kesejahteraan petani pelaku usaha.
Sasaran objek pelaksanaan penerapan
GAP Buah dan Sayur adalah seluruh usaha budidaya dan komoditas buah dan sayur.
Akan tetapi pada tahap awal ini lebih ditekankan pada kebun buah dan lahan
usaha sayuran milik pelaku usaha agribisnis hortikultura yang siap memasuki
perdagangan dunia (pasar ekspor), pasar moderen (swalayan, supermarket,
hipermarket), usaha hotel restoran dan katering (HOREKA) dan industri
pengolahan hasil pertanian. Dengan demikian produk yang dijual secara langsung
ke pasar-pasar tradisional masih belum menjadi sasaran penerapan GAP ini. Namun
demikian ini sudah perlu dfifikirkan dan diantisipasi untuk pengembangan
komoditas di masa depan. Disamping itu juga masih ditekankan pada
komoditas strategis dan mempunyai permintaan banyak, sehingga dengan demikian untuk
petai, jengkol, cempedak sementara ini mungkin belum akan masuk.
Dengan adanya pedoman dan penerapan
GAP buah dan sayuran ini perlu diikuti dengan registrasi kebun untuk tanaman
buah, dan registrasi lahan usaha untuk tanaman sayuran. Bagi kebun dan lahan
usaha yang telah menerapkan GAP akan dilakukan observasi dan penilaian oleh
Dinas Pertanian Provinsi yang menangani pengembangan komoditas hortikultura.
Observasi dan penilaian terutama ditekankan pada titk-tik kendali yang telah
ditetapkan dalam pedoman GAP, bagi yang telah memenuhi syarat dan memenuhi
ketentuan di titik-titik kendali GAP, akan diterbitkan dan diberikan nomor
registrasi GAP.
Bagi kebun buah atau lahan usaha
sayuran yang telah dapat nomor registrasi akan dapat masuk tahap berikutnya
yaitu tahap sertifikasi yang akan dilakukan oleh otoritas kompeten yang
ditunjuk. Dengan demikian, melalui penerapan GAP buah dan sayuran ini
akan menghantarkan petani dengan produknya untuk siap disertiifikasi oleh
pihak-pihak tertentu sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pasar. Walaupun
demikian, dengan adanya atau diterbitkannya nomor registrasi kebun/lahan usaha
sebenarnya sudah cukup menjadi jaminan bahwa kegiatan budidaya (termasuk
penanganan panen, pasca panen, penanganan lingkungan, keselamatan pekerja)
telah dilakukan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Dengan diterapkannya GAP dan
dikeluarkannya nomor registrasi kebun buah atau lahan usaha sayuran akan
memberikan banyak keuntungan bagi pelaku usaha maupun konsumen. Adanya
penerapan GAP akan memudahkan promosi dan memperkenalkan produk ke pedagang
maupun konsumen, memudahkan dalam mempromosikan petani dan kebun/lahan usaha
yang telah menerapkan GAP, memudahkan identifikasi sentra produksi hortikultura
berkualitas. Dengan demikian akan memudahkan dalam memberikan jaminan mutu
produk dan pelaku usaha, sekaligus memudahkan pelacakan (trace back)
bila terjadi pengaduan terhadap produk. Dengan ini juga memudahkan pihak
pelaku usaha berintegrasi langsung dengan produsen, sehingga dapat berdampak
pada upaya mengefektifkan rantai pasokan.
Persyaratan penerapan GAP dengan
kebun dan lahan usaha yang terdaftar (terregistrasi) ini sudah mulai
dipersyaratkan oleh beberapa pemerintah daerah (seperti adanya Perda Mutu
Produk di Provinsi DKI Jakarta, persyaratan produk masuk ke kota Batam , dll),
pemasok ke pasar-pasar moderen di kota-kota besar (jumlah pasar moderen di
kota-kota besar meningkat sekitar 20 persen setiap tahun). Apalagi dengan
akan diterapkannya ASEAN-China AFTA di tahun 2010, maka untuk mengisi pasar
ekspor ataupun masuknya produk dari negara lain akan terjadi persaingan dan
persyaratan yang semakin berat dan ketat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar